Nama Wayame sesungguhnya melekat dan identik dengan sebuah sungai (dalam keseharian disebut sebagai ‘kali’) yang alirannya melintasi wilayah ini dari pegunungan menuju pesisir. Nama Wayame berasal dari kata ‘wai’ yang artinya ‘air’ dan ‘ame’ yang artinya ‘harapan’. Jadi secara harafiah, Wayame berarti “Air Harapan”. Penggabungan kedua kata dasar diatas sebenarnya menjadi “Waiame” namun pengaruh pengucapan menyebabkannya ditulis sebagai “WAYAME”. Penulisan nama yang dipengaruhi oleh pengucapannya inilah yang dipergunakan secara resmi sampai sekarang.
Penggunaan nama Wayame sesungguhnya baru dilakukan pada sekitar tahun 1977. Sebelumnya, kampung atau desa ini bernama Nipa(h). Disebut demikian karena di wilayah ini banyak tumbuh pohon nipah. Nama tersebut kini menjadi sebuah ironi karena sekarang sudah tidak ditemukan lagi pohon nipah yang tumbuh di Wayame.
Desa Wayame mempunyai satu matarumah parentah yaitu matarumah HUNIHUA (artinya “sembunyi pinang”) dari Soa HUKUINALO, (artinya “Gunung Ibu”, dari kata “Ukui” yang artinya “gunung” dan “Nalo” yang artinya “ibu”). Menurut sejarah, leluhur Hunihua merupakan adik bungsu dari tiga (3) bersaudara. Saudara tertua bernama Semang di negeri Wakal dan saudara kedua bernama Angkoa Meteng di negeri Hitumesing. Mungkinkah nama asli Rumahtiga yakni HUKUNALO diambil dari nama soa Hukuinalo? Benang merah ini perlu ditelusuri karena hubungan kekerabatan antara negeri Rumahtiga dengan negeri Wakal dan Hitumesing justru terjadi karena matarumah Hunihua di kampung Nipa/Wayame.
Ketika Pemerintah Kolonial Belanda melakukan pembenahan terhadap negeri-negeri adat dan kemudian diberikan kedudukan hukum dalam ketatanegaraan Hindia Belanda melalui pemberlakuan “Inlandsche Gemeente Ordonantie” pada tahun 1917, kampung Nipa bersama beberapa burgerkampong yang lain tidak mendapat pengakuan status karena tidak memiliki tanah sendiri namun berada diatas tanah negeri Hukunalo (Rumahtiga). Hal ini persis seperti tercantum dalam laporan Asisten Residen Ambon, H. J. Schmidt pada 23 September 1924 (Memori van Overgave van de Onderafdeling Ambon van Assistent-Resident Schmidt, 23 September 1924). Dalam laporannya, diketahui bahwa Nipah merupakan salah satu dari 12 kampung orang burger (burgerkampong) yang sudah berdiri sendiri (zelfstandige burgerkampongs).
Dalam laporannya itu (ditranskripsi oleh Van Fraassen), Asisten Residen Schmidt menyebut 12 burgerkampongs, dengan urutan sebagai berikut: (1) Galala, terletak di atas tanah Negeri Halong, (2) Lata, terletak di atas tanah Negeri Halong (3) Lateri, terletak di atas tanah Negeri Halong (4) Negeri Lama, terletak di atas tanah Negeri Passo (5) Nania, terletak di atas tanah Negeri Passo (6) Waiheroe, terletak di atas tanah Negeri Halong (7) Hoenoeth, terletak di atas tanah Negeri Halong (8) Pokka, terletak di atas tanah Negeri Roemahtiga (9) Nipah, terletak di atas tanah Negeri Roemahtiga (10) Larike, terletak di atas tanah Larike Islam, (11) Hila, terletak di atas tanah Hila Islam, (12) kampong Mahia, terletak di atas tanah Oerimessing.
Sebagai burgerkampong, Nipa dipimpin oleh seorang Wijkmeester. Pada saat itu, yang menjadi Wijkmeester Nipa adalah Ph. Kastanja (Kastanya). Tokoh inilah yang mengusahakan pembangunan gereja Peniel pada tahun 1923.
Tahun 1987, berdasarkan SK Walikota Ambon, dipersiapkan beberapa desa untuk mandiri secara administratif, yakni: Wayame, Poka, Hunuth Durian Patah, Waiheru, Nania, Negeri Lama, Latta, dan Batu Gong. Penjabat Kepala Desa Wayame pada saat itu adalah D. A. Hunihua dari Soa Hukuinalo dengan Sekretaris Ferdinand Sahurilla. Dalam tahun yang sama, D. A. Hunihua ditetapkan sebagai Kepala Desa Wayame definitif, dengan sekretaris Izack Thenu.
Wayame menjadi desa definitif sejak ditetapkan dengan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 140.2569.PUOD tanggal 3 Juli 1993 dan diperkuat dengan Surat Keputusan Gubernur Maluku Nomor 146.1.SK/7/10/93 tanggal 7 Oktober 1993.
Kekristenan di Wayame dan Perkembangannya
Menelusuri awal masuknya agama Kristen di Wayame merupakan sesuatu yang sulitnya menemukan sumber tertulis yang dapat dijadikan rujukan. Namun demikian, jejak awal perkembangan kekristenan di Wayame dapat ditelusuri melalui 2 artefak (benda peninggalan) yang terkait dengannya. Kedua benda tersebut adalah :
Gedung Gereja Peniel (kini lebih disebut “Gereja Lama”)
Gedung Gereja Peniel sendiri dibangun oleh Wijkmeester Nipa, Ph. Kastanja (Kastanya) bersama orang-orang Nipah yang dipimpinnya. Istilah “bala-bala” pada prasasti gereja Peniel merujuk pada masyarakat kampung Nipah itu sendiri. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Istri Pendeta Meijer dan Asisten Residen Smith (yang dimaksudkan adalah Harko Johannes SCHMIDT, Asisten Residen Ambon 1922-1924) pada hari Kamis, 24 Mei 1923 pada masa Guru C. M. Pastora dan ditahbiskan pada hari Rabu, 30 Mei 1928 oleh Pendeta J. Heszing (J. Hessing) dan Guru J. Sahusilawane. Keberadaan gedung gereja ini dan keterangan pada prasastinya tentunya mengarahkan kita untuk menarik sebuah kesimpulan sederhana bahwa tentunya sebelum gedung gereja ini dibangun sudah ada komunitas kristen di dusun Nipa.
Dalam buku de Jong (2012:835) disebutkan bahwa pada tahun 1905 terdapat 108 jiwa orang Kristen di Nipa. Didalamnya terdapat 40 orang yang telah menjadi Anggota Sidi. Jumlah jiwa tersebut mengalami pertambahan karena pada tahun 1923 (tahun ketika gereja Peniel mulai dibangun), tercatat penduduk Kristen di Nipa berjumlah 137 jiwa.
Gedung gereja ini diberi nama sesuai nama tempat dimana Yakub mengalami pergumulan hebat dengan malaikat Tuhan, yakni “PNIEL” (Kejadian 32 : 30) namun pada prasastinya ditulis “PENIEL”. Dalam dialek orang tatua zaman dulu, termasuk orang tatua Wayame, nama tersebut diucapkan dengan penekanan pada huruf awal “p” sehingga merubah suku katanya dari 2 (Pni-el) menjadi 3 suku kata (Pe-ni-el). Nama tersebut kemudian digunakan juga untuk menamakan gedung gereja baru dengan mengembalikannya sesuai nama Alkitabiahnya yakni PNIEL.
Setelah ditahbiskan, Sakramen Baptisan Kudus yang pertama dilayani di gedung gereja Peniel dilakukan terhadap 2 orang anak, yakni Johanis Talaperu (kelak diangkat oleh Pendeta Chris Sahetapy sebagai Tuagama) dan Yosina Wanne.
Menurut penuturan Bapak Ais Talaperu (Tuagama Jemaat), gedung gereja Peniel ini dibangun dengan bantuan orang-orang muslim dari negeri Passo. Mereka memberikan bantuan berupa kayu sekaligus terlibat dalam proses pembangunannya.
Piring Sakramen Perjamuan Kudus
Selain Gereja Peniel, salah satu benda yang juga menunjukkan jejak historis kekristenan di Wayame adalah sebuah Piring Sakramen Kudus yang terbuat dari bahan perak dan dasar piring dari bahan keramik putih dengan gambar ranting anggur. Pada bagian bawah piring tersebut tertera tanggal 15 Juli 1919 dan diperkirakan merupakan tahun produksinya. Tidak dapat dipastikan di mana piring tersebut diproduksi namun corak gambar anggur tersebut menandakan bahwa kemungkinan diproduksi oleh orang eropa dan dibawa ke oleh para misionaris dan dipergunakan sebagai alat sakramen di Nipa/Wayame.
Sebagai wilayah yang berada di bawah Hukunalo dan berbatasan dengan Hative Besar, kemungkinan besar Nipa mendapat pengaruh kekristenan secara langsung dari kedua negeri ini. Sulit untuk memastikan namun dugaan terbesar Nipa mendapat pengaruh dari Hative Besar karena perkembangan kemudian Nipa menjadi bagian dari Jemaat Souhuru (Hative Besar) sebelum berdiri sendiri secara defenitif. Berdasarkan catatan G. E. Rumphius, Hative adalah negeri yang pertama menyambut Portugis dan kemudian menjadi negeri Kristen tertua di pulau Ambon.
Sejak kapan Nipa menjadi bagian dari Jemaat Souhuru masih harus ditelusuri lebih jauh. Pastinya, Pendeta yang melayani Jemaat Souhuru turut melayani di Gereja Peniel. Untuk membantu tugas Pendeta, diangkat beberapa orang sebagai Majelis Jemaat (tidak sama seperti sekarang yang dibatasi oleh periodisasi) seperti Bapak Buang Talaperu, Bapak Nik Talaperu dan Ibu Helena Siahaya/Kesaulya.
Sampai dengan awal tahun 1970-an, Nipa/Wayame masih menjadi bagian dari Jemaat Souhuru. Beberapa Pendeta yang melayani di Souhuru juga melayani di Nipa/Wayame. Menurut Bapak Vemy Toule (salah satu tokoh masyarakat di jemaat – mantan Majelis Jemaat), Pelayanan Ibadah Minggu dilaksanakan pada sore hari karena waktu pagi Pendeta melayani ibadah di Jemaat Souhuru, begitu pula sebaliknya, jika di Nipa ibadah dilaksanakan pada pagi hari maka di Souhuru ibadah dilaksanakan sore hari. Jika Pendeta berhalangan maka Majelis Jemaat yang “Karja” (istilah untuk tanggung jawab memimpin ibadah dan Pemberitaan Firman).
Saat itu, belum banyak keluarga yang berdiam di Wayame sehingga unit-unit pelayanan juga belum dibentuk. Yang ada cuma Kebaktian Rumah Tangga dan dilaksanakan untuk semua. Kebaktian Rumah Tangga itulah yang menjadi cikal bakal dilaksanakannya ibadah-ibadah unit pelayanan di kemudian hari.
Proses Pelembagaan Sebagai Jemaat Defenitif
Sebelum melembaga sebagai jemaat defenitif, ada beberapa peristiwa penting yang terjadi di Nipa/Wayame:
- Pada hari Jumat, tanggal 30 Mei 1965 dilaksanakan ibadah Tunas Pekabaran Injil yang pertama di gedung gereja Peniel, dikoordinasikan oleh Vicaris Mon Akerina.
- Tanggal 31 Mei 1965 pada saat Ibadah Luther di Gereja Peniel terjadi pelantikan pengurus Pemuda Pemudi Kristen Maluku (PPKM) di Wayame yang kelak menjadi cikal bakal Angkatan Muda Ranting Wayame oleh Pengurus Besar, Pendeta Piet Tanamal.
- Pada hari Minggu, Tanggal 8 September 1968, dibentuk Pelayanan Wanita Jemaat, diketuai oleh Ibu Yos Talaperu.
Sewaktu Persidangan Klasis dilaksanakan di Kayu Tiga (Kayu Putih-Soya), utusan Wayame (dalam hal ini sebagai perutusan dari Jemaat Souhuru) mengusulkan agar Wayame dimekarkan dan menjadi jemaat definitif. Usulan tersebut direspon dengan ketentuan bahwa harus ada “Pastori” bagi Pendeta. Bapak Penatua Vemy Toule yang saat itu mewakili Wayame menyatakan kesanggupan untuk membangun pastori tersebut.
Saat itu, Pendeta I. Sinay yang menjadi pelayan Souhuru-Wayame. Peletakan batu pertama dan pembangunan pastori dilaksanakan. Dalam setahun Pastori berhasil dibangun oleh orang Wayame di samping Gereja Peniel, dipimpin oleh Bapak Thomas Kastanya sebagai Kepala Tukang, dibantu oleh Bapak Ica Sahurilla (Tuagama Jemaat). Pendeta I. Sinay juga kemudian melakukan pembenahan dan mulai menata sistem administrasi dan pelayanan di Wayame. Unit-unit pelayanan kemudian dibentuk, dimulai dengan 3 unit, disebut Unit 1, Unit 2 dan Unit 3. Perkembangan kemudian, nama-nama unit mengalami perubahan menjadi Marturia (Unit 1), Diakonia (Unit 2) dan Koinonia (Unit 3). Pendeta I. Sinay kemudaian digantikan oleh Pendeta C. Koritelu yang bertugas sampai tahun 1976. Pendeta K. Koritelu kemudian digantikan oleh Pendeta Nn. Ace Lernaya.
Setelah Pastori dirampungkan, Wayame akhirnya ditetapkan menjadi jemaat definitif dengan Pendeta Nn. Ace Lernaya menjadi Ketua Majelis Jemaat defenitif yang pertama. Pendeta Lernaya inilah yang melaksanakan Persidangan Jemaat untuk pertama kalinya pada tahun 1978. Ketiadaan dokumen menjadi kendala untuk menetapkan dengan pasti tanggal pelembagaan Nipa sebagai jemaat definitif. Mungkin saja pelembagaan sebagai jemaat definitif terjadi antara tahun 1976 – 1977. Dengan dilaksanakannya persidangan jemaat pada tahun 1978, itu berarti bahwa sebelumnya Nipa/Wayame telah menjadi Jemaat defenitif.
Pendeta Nn. Ace Lernaya kemudian digantikan oleh Pendeta Chr. Sahetapy dan dilanjutkan pula oleh Pendeta Chr. Sopacua (selengkapnya lihat tabel). Saat sedang bertugas ini, Pendeta Chr. Sopacua melebur ketiga unit diatas menjadi 2 Unit saja yakni Unit Pniel (Koinonia dan Diakonia) dan Unit Syalom (Marturia).
Perkembangan Selanjutnya
Pertambahan anggota jemaat mengalami peningkatan pesat setelah Perum Perumnas Bumi Wayame Permai mulai dibangun dan didiami pada tahun 1991. Kondisi ini membuat lahirnya unit-unit baru, didahului dengan Gosyen (14 Mei 1992) dan Urkasdim (31 Mei 1992), kemudian dilanjutkan dengan Yarden (?) dan Syalom 2 (?) ditambah 1 unit kategorial, yakni Unit Elim (sejak 1971 merupakan Jemaat Kategorial). Sampai pertengahan tahun 1990-an, Unit-unit yang telah ada yakni: (1) Unit Pniel; (2) Unit Syalom I; (3) Unit Syalom 2; (4) Unit Gosyen; (5) Unit Urkasdim; (6) Unit Yarden; dan (7) Unit Kategorial Elim.
Saat itu, unit Gosyen meliputi seluruh perumahan BTN Wayame Permai, bermula dari Blok I dan Blok II, kemudian sampai ke Blok V. Dengan lingkup yang sangat luas, Unit Gosyen kemudian dimekarkan. Lahirlah Unit Gosyen II, Unit Getsemani dan Unit Kalvari (3 April 1996). Unit Yarden juga dimekarkan menjadi Yarden I dan Yarden II.
Pertambahan anggota jemaat semakin hari semakin meningkat sehingga unit-unit diatas kemudian mengalami pemekaran pula. Unit Syalom I dimekarkan dan melahirkan Unit Syalom III pada tanggal 13 Mei 2005. Selanjutnya Unit Gosyen dimekarkan menjadi Gosyen I dan Gosyen II.
Terjadinya konflik kemanusiaan pada tahun 1999 – 2014 turut berpengaruh terhadap keberadaan warga jemaat karena banyak yang memilih mengungsi meninggalkan jemaat/desa Wayame sehingga sempat terjadi kelesuan. Namun demikian, Jemaat/Desa Wayame mampu bertahan di tengah badai konflik kemanusiaan yang mendera dengan hebatnya. Warga Kristen dan Islam tetap bersatu menjaga desa dari segala ancaman. Peran Pemerintah Desa dengan dukungan para tokoh agama dan para pemuka masyarakat (Tim 20) mampu mengantisipasi berbagai macam isu yang mengancam masa depan bersama. Bukan hanya itu, semua elemen masyarakat saling menjaga satu dengan yang lain, baik Kristen maupun Islam. Gereja dan Mesjid menjadi tempat pencerahan masyarakat sekaligus tempat konsolidasi.
Demi menjaga Wayame tetap aman, Pendeta J. J. Sahalessy (Ketua Majelis Jemaat) bersama Majelis Jemaat sempat menjalani doa rutin mengelilingi wilayah Desa Wayame pada setiap tengah malam (mulai pukul 24.00 WIT) sementara AMGPM Ranting Wayame I dan II rutin menggelar doa pergumulan pada setiap hari Selasa, Jumat dan Minggu (awalnya pada pukul 24.00 WIT namun kemudian dialihkan pada setiap pukul 21.00 WIT). Sinergi antara Pemerintah Desa, gabungan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat dalam Tim 20 bersama aparat keamanan dan masyarakat secara keseluruhan membuat Desa Wayame menjadi satu-satunya desa yang tidak mengalami konflik kemanusiaan, walaupun imbas dari konflik tersebut dirasakan juga oleh masyarakat. Istilahnya adalah “aman tetapi tidak nyaman” apalagi ketika desa-desa tetangga seperti Rumahtiga dan Hative Besar mengalami konflik.
Saat eskalasi konflik sedang memuncak, Wayame menjadi semacam oase di di tengah padang tandus. Wayame menjadi pilihan dari warga Kristen dan Islam yang ingin bertemu, penyuplai bahan makanan dan tempat transaksi ekonomi bagi yang berkepentingan. Keadaan tersebut tetap di jaga dengan baik sampai konflik benar-benar berakhir. Wayame menjadi terkenal bukan saja di level domestik tetapi sampai ke level internasional. Bahkan banyak sarjana yang menjadikan Wayame sebagai bahan penelitian karya tulis ilmiah, baik skripsi, tesis maupun disertasi.
Walau demikian, konflik tersebut juga berpengaruh terhadap keberadaan internal Jemaat GPM Wayame. seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa banyak orang yang keluar dari Wayame karena takut atau kuatir dengan keselamatannya, termasuk warga Kristen Wayame. Akibat langsungnya adalah Unit Yarden I dan II kembali dilebur menjadi Unit Yarden. Kebanyakan di kedua unit tersebut dihuni oleh para perantau dari Maluku Tenggara. Pada saat konflik berkecamuk, mereka memilih untuk kembali ke daerah asal mereka sehingga kedua unit pelayanan tersebut terpaksa harus digabungkan kembali. Kondisi ini terjadi sampai dengan terjadinya pergantian Ketua Majelis Jemaat dari Pendeta J. J. Sahalessy yang pensiun kepada Pendeta Ny. M. Marlissa/Uruilal.
Ketika Pendeta Ny. M. Marlissa menjabat sebagai Ketua Majelis Jemaat ini, perubahan terhadap nama-nama Unit kembali dilakukan pada tahun 2008. Seluruh unit pelayanan yang masih menggunakan angka di belakang nama mengalami perubahan atau penggantian nama, yakni: Syalom 2 menjadi Galilea, Syalom 3 menjadi Mahanaim, Gosyen 1 menjadi Eden, Gosyen 3 menjadi Ramses. Unit Syalom 1 dan Gosyen 2 mewarisi nama yang sama namun angka di belakang namanya dihilangkan. Peristiwa menarik terjadi dalam proses perubahan tersebut karena terjadi tarik-menarik antara dua unit untuk menentukan pewaris nama “Gosyen” antara unit Gosyen 1 dan Unit Gosyen 2. Akhirnya, setelah didoakan maka ada kompromi, unit Gosyen 1 mengalah dan menggunakan nama baru yakni Eden sedangkan Unit Gosyen 2 mewarisi nama dan sejarah Gosyen. Unit Eden sendiri tetap menjadikan tanggal 14 Mei sebagai tanggal kelahirannya namun baru dimulai pada tahun 2008 itu.
Membangun “Pniel” Baru
Jumlah anggota jemaat yang semakin meningkat membuat munculnya kebutuhan untuk membangun sebuah gedung gereja baru yang dapat menampung seluruh anggota jemaat pada saat beribadah. Setelah melalui proses yang cukup rumit, peletakan batu pertama gedung gereja baru dilakukan pada hari Minggu, 24 September 1995 oleh Ketua BPH Sinode GPM Pendeta A. J. Soplantila, S. Th., dan baru dapat diresmikan 14 tahun kemudian, juga pada hari Minggu, 14 Maret 2010 oleh Ketua MPH Sinode GPM, Pendeta Dr. J. Chr. Ruhulessin, M.Si. dan Gubernur Maluku, Bapak Karel Alberth Ralahalu dalam rangkaian ibadah penahbisan dan seremoni peresmian yang mengharukan, mengingat rentang waktu pembangunan gedung gereja yang cukup lama, yakni 14 tahun, 5 bulan, dan 18 hari atau total 5278 hari (Laporan Panitia Pembangunan Gereja Pniel pada saat penahbisan/peresmian).
Ada moment-moment menarik yang terjadi selama proses pembangunan gedung gereja ini. Selain deraan konflik kemanusian yang mencekam pada saat itu, keikutsertaan basudara Muslim Wayame dalam proses pembangunan membuatnya seakan-akan mengulangi keterlibatan basudara Muslim Passo ketika masyarakat Nipa/Wayame membangun gereja Peniel. Bapak Yapi Watloly, Ketua Panitia Pembangunan Gedung Gereja Baru memberikan penjelasan bahwa bentuk partisipasi masyarakat muslim Wayame dalam proses pembangunan gedung gereja baru diwujudnyatakan melalui penggalangan dana di pasar dengan cara menyediakan kotak sumbangan, mencari dan mengusahakan material (khususnya semen) serta menjaganya selama konflik juga terlibat dalam pekerjaan pembangunan secara fisik (pengecoran dan lainnya).
Selama terjadinya konflik kemanusiaan di Maluku, gedung gereja yang masih dalam proses pembangunan itu menjadi semacam “gedung damai” untuk mempertemukan anak manusia yang menjadi korban konflik, menjadi tempat berkumpul para pengungsi korban konflik yang ditampung di desa Wayame dan sekitarnya untuk menyatakan keluhan dan harapannya bagi para pemimpin daerah dan pusat. Bahkan, di gedung gereja yang belum layak itu, Bapak Drs. Jusuf Kalla (saat itu Menko KESRA) pernah berjumpa, berinteraksi, dan menyaksikan pilu, tangisan dan keluhan hidup para korban konflik. Pada saat yang sama, Kyai sejuta umat Hi. Aa Gym pernah menyampaikan “dakwah perdamaian”-nya bagi masyarakat Wayame dan para pengungsi korban konflik.
Pasca konflik kemanusiaan, pertumbuhan jemaat GPM Wayame terus mengalami peningkatan. Banyak rumah-rumah penduduk yang ditinggalkan pemiliknya dibeli oleh para pendatang baru atau yang sebelumnya mengungsi kembali lagi ke Wayame. Pertambahan anggota jemaat membuat beberapa unit memiliki jumlah KK yang banyak dan memiliki wilayah pelayanan yang cukup luas. Karena itu, langkah pemekaran dilakukan terhadap Unit Galilea dan Kalvari. Dari Unit Galilea dilembagakan Unit Tiberias (28 Maret 2010) sedangkan dari Unit Kalvari dilembagakan Unit Zaitun (10 Oktober 2010 namun diresmikan pelembagaannya pada 18 Februari 2011).
Pelembagaan unit baru membuat Jemaat GPM Wayame telah memiliki 15 Unit Pelayanan yang dibagi dalam 6 Sektor Pelayanan. Kondisi ini bertahan sampai dengan bulan Januari 2014. Sektor dan Unit Pelayanan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sektor dan Unit Pelayanan pada Bulan Maret 2014
Sektor | Unit |
I | Urkasdim, Kategorial Elim dan Eden |
II | Getsemani, Kalvari dan Ziatun |
III | Gosyen dan Ramses |
IV | Pniel, Syalom dan Mahanaim |
V | Galilea dan Tiberias |
VI | Yarden dan Sinai |
Persidangan Jemaat ke-36 tahun 2014 kemudian menghasilkan keputusan penting dengan memekarkan dan melembagakan beberapa unit baru. Unit-unit yang ditetapkan untuk dimekarkan adalah Unit Urkasdim, Unit Kalvari, Unit Zaitun, Unit Mahanaim, Unit Galilea, dan Unit Tiberias sekaligus menata ulang keanggotaan unit pada sektor-sektor pelayanan. Proses pemekaran unit-unit tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa sebab, yakni:
- Unit-unit tersebut memiliki kapasitas diatas 30 KK sementara Peraturan Pokok GPM tentang Jemaat mengatakan bahwa sebuah unit pelayanan terdiri atas 15 – 25 KK.
- Semakin kecil lingkup sebuah unit pelayanan maka semakin terjangkau dan efektif pelayanan terhadap warga jemaat oleh Majelis Jemaat.
- Pada bulan November 2014 akan dilaksanakan Pemilihan Majelis Jemaat Periode 2015 – 2020 sehingga dipandang baik jika sebelum pemilihan tersebut unit-unit diatas telah dimekarkan.
Penataan dan tindak lanjut dari keputusan tersebut membuat Jemaat GPM Wayame memiliki 10 Sektor yang terdiri atas 22 Unit Pelayanan. Pencanangan pemekaran dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2014, sebagai bagian integral dari seremoni Perayaan HUT Gereja Pniel ke-4. Dengan demikian, Pelayanan Laki-laki dan Perempuan di masing-masing sektor pelayanan juga dimekarkan sebagaimana amanat persidangan jemaat. Bersamaan dengan itu pula nama sektor yang menggunakan “Angka Romawi” berubah menjadi “Angka Arabic” dan urutannya disesuaikan dari batas sebelah timur (Unit Kanaan dan Urkasdim) menuju batas sebelah barat (Unit Sinai).
Tabel 2. Unit dan Sektor Hasil Keputusan Persidangan Jemaat ke-36 Tahun 2014
Sektor | Unit |
I | Urkasdim, Kanaan dan Kategorial Elim |
II | Eden dan Betel |
III | Gosyen dan Ramses |
IV | Getsemani dan Imanuel |
V | Kalvari, Zaitun dan Siloam |
VI | Mahanaim dan Karmel |
VII | Pniel dan Syalom |
VIII | Galilea dan Filadelfia |
IX | Tiberias dan Gihon |
X | Yarden dan Sinai |
Dengan demikian, antara pencanangan pada 14 Maret – Juni 2014, dilembagakan 7 unit baru, dimulai dengan Unit Pelayanan Siloam (3 April), Betel (2 Mei), Filadelfia (2 Mei) Imanuel (2 Mei) Karmel (2 Mei) Gihon (9 Mei) dan Unit Kanaan (1 Juni). Pelembagaan dan pemekaran tersebut diikuti dengan penataan ulang lingkup dan keanggotan Sektor Pelayanan.
Seiring dengan proses tersebut, terjadi beberapa perubahan di jemaat, yakni:
- Pertambahan 7 unit baru menyebabkan jumlah Sektor Pelayanan bertambah dari 6 menjadi 10 Sektor Pelayanan. Keanggotaan Sektor rata-rata terdiri atas 2 unit, kecuali Sektor 1 dan Sektor 5 yang terdiri atas 3 unit.
- Urutan Sektor Pelayanan banyak yang mengalami pergantian, kecuali Sektor Pelayanan 1 dan Sektor Pelayanan 3. Pergantian tersebut adalah sebagai berikut:
- Wilayah yang sebelumnya adalah Sektor 2 menjadi Sektor 4 dan 5.
- Wilayah yang sebelumnya adalah Sektor 4 menjadi Sektor 6 dan 7.
- Wilayah yang sebelumnya adalah Sektor 5 menjadi Sektor 8 dan 9.
- Sektor Pelayanan 6 menjadi Sektor Pelayanan 10.
- Unit Pelayanan Zaitun menjadi satu-satunya unit yang darinya dilembagakan 2 unit baru, yakni Unit Pelayanan Betel dan Unit Pelayanan Imanuel.
- Unit Eden yang sebelumnya berada pada Sektor 1 (satu) menjadi bagian dari Sektor 2 (dua) bersama Unit Betel yang dimekarkan dari Unit Zaitun. Ada 9 keluarga yang sebelumnya merupakan anggota Unit Pelayanan Eden dialihkan keanggotannya ke Unit Pelayanan Betel, yakni Keluarga J. Pical, Keluarga Oma On Sinanu, Keluarga J. Batfeny, Keluarga S. Berhitu, J. Pattiselanno, Keluarga Pelasula, Keluarga Pietersz, Keluarga F. Sienaya dan Keluarga Riupassa.
- Unit Imanuel yang dimekarkan dari Unit Zaitun menjadi bagian dari Sektor 4 (empat) bersama Unit Getsemani. Untuk menambah keanggotaan Unit Imanuel, 4 (empat) keluarga yang sebelumnya merupakan anggota Unit Getsemani dialihkan keanggotannya ke Unit Imanuel, yakni keluarga J. Mosse, Keluarga G. Tamaela, Keluarga M. Silooy dan Keluarga E. de Lima.
- Unit Pelayanan Karmel yang dimekarkan dari Unit Syalom menjadi bagian dari Sektor Pelayanan 6 bersama Unit Pelayanan Mahanaim. Unit Pelayanan Syalom sendiri menjadi bagian dari Sektor Pelayanan 7 bersama Unit Pelayanan Pniel.
- Unit Pelayanan Galilea dan Unit Pelayanan Tiberias yang sebelumnya satu sektor pelayanan berubah menjadi 2 sektor karena masing-masing melahirkan unit baru, yakni Unit Pelayanan Fildelfia (dari Unit Pelayanan Galilea) dan Unit Pelayanan Gihon (dari Unit Pelayanan Tiberias).
- Seluruh Wadah Pelayanan Laki-laki dan Perempuan di setiap sektor pelayanan disesuaikan dengan perubahan diatas sedangkan kepengurusannya dibagi untuk setiap sektor sambil melakukan perekrutan kepengurusan baru untuk periode 2015 – 2020.
Selanjutnya, Persidangan Jemaat ke-37 tahun 2015 menghasilkan program yang mengamanatkan Majelis Jemaat untuk melakukan pemekaran terhadap Unit Pelayanan Getsemani dan Unit Pelayanan Yarden. Menindaklanjuti amanat persidangan tersebut maka dalam Ibadah Minggu tanggal 21 Juni 2015, dilembagakan 2 unit baru, yakni Unit Bethesda (Sektor 4) dan Unit Yerikho (Sektor 10). Bersamaan dengan pelembagaan itu, diteguhkan 4 orang Majelis Jemaat dari kedua unit tersebut sehingga jumlah Majelis Jemaat menjadi 48 orang, yang terdiri dari 24 Penatua dan 24 Diaken.
Keempat Majelis Jemaat tersebut adalah:
- Penatua Ny. Ligie Teretes Pattikayhatu/Onaola dan Diaken Edizon Jambormias dari Unit Bethesda
- Penatua Matheos Pattiasina dan Diaken Matheis Laurenz Pattiasina dari Unit Yerikho
Dengan adanya pelembagaan 2 (dua) unit baru tersebut Jemaat GPM Wayame saat itu memiliki 24 Unit Pelayanan yang ditata ke dalam sepuluh (10) Sektor Pelayanan. Sektor dan Unit Pelayanan tersebut dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Unit dan Sektor Setelah Persidangan Jemaat ke-37 Tahun 2015
Sektor | Unit |
I | Urkasdim, Kanaan dan Kategorial Elim |
II | Eden dan Betel |
III | Gosyen dan Ramses |
IV | Getsemani, Imanuel dan Bethesda |
V | Kalvari, Zaitun dan Siloam |
VI | Mahanaim dan Karmel |
VII | Pniel dan Syalom |
VIII | Galilea dan Filadelfia |
IX | Tiberias dan Gihon |
X | Yarden, Yerikho dan Sinai |
Para Pelayan Jemaat dan Kesinambungan Pelayanan
Dalam peradaban manapun, sejarah pertumbuhan masyarakat tidak dapat dilepaspisahkan dari salah satu unsur pentingnya, yakni manusia. Manusia adalah pembuat sekaligus penggerak sejarah. Hal inilah yang menyebabkan sejarah sering diidentikan dengan seseorang atau sekelompok orang. Peran dari manusialah yang membuat terjadinya perubahan-perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat. Karena itulah maka sejarah sering diidentikan dengan “seseorang” atau “sekelompok orang”.
Terkait dengan sejarah dan perkembangan Wayame, eksistensi “manusia” tersebut sangat identik dengan para tokoh yang sekarang ini sering disebut sebagai “Pelayan”. Secara umum, pelayan yang dimaksudkan adalah semua orang yang secara bersama-sama memberikan kontribusinya terhadap perkembangan kehidupan bergereja (kekristenan) di Wayame. Di lain pihak, saat ini Gereja Protestan Maluku membatasi pelayan secara khusus sebagai Pendeta, Penatua, Diaken dan Penginjil. Karena itu pula maka konstruksi sejarah kekristenan di Wayame tidak dapat dilepaspisahkan dari peran “orang-orang basar”. Namun demikian, mereka abadi sebagai “orang basar” justru karena disempurnakan oleh peran “orang-orang kacil”, entah itu anggota jemaat biasa ataupun mereka yang dengan sadar membaktikan diri dalam pelayanan bergereja karena pemahaman mereka sebagai seorang kristen, baik itu tuagama, pengurus unit/wadah organisasi atau sekedar sebagai tim dan panitia.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam upaya merekonstruksi Sejarah Jemaat GPM Wayame diperhadapkan dengan tidak tersedianya sumber yang cukup, khususnya untuk mengungkapkan “kegelapan” sekitar awal kekristenan serta terbatasnya akses dan waktu yang ada. Karena itulah maka sulit untuk mengungkapkan “rekam jejak” para tokoh yang berperan besar dalam hal dimaksud. Wawancara dengan beberapa anggota jemaat sekedar mendapatkan gambaran singkat yang akan dipaparkan dalam penjelasan selanjutnya.
Dalam prasasti Gereja Peniel disebutkan bahwa gereja tersebut mulai dibangun pada masa Guru C. M. Pastora. Sulit untuk memastikan namun jika tokoh ini disebutkan dengan penjelasan yang demikian, kita dapat mengsumsikan bahwa C. M. Pastora merupakan tokoh yang memimpin dan melayani orang-orang kristen Nipa pada saat itu. Asumsi lainnya adalah orang-orang kristen Nipa berada dibawah pimpinan Pendeta J. Meijer. Asusmsi ini didasarkan pada keterangan prasasti tersebut bahwa Istri (nyonya) Pendeta Meijer yang mendapat kehormatan untuk meletakan “batu pengalasan” pembangunan gedung gereja. Keterangan yang dihimpun melalui wawancara dengan Bapak Ais Talaperu hanya menyebutkan “Pendeta Belanda” tapi identitasnya sudah tidak diketahui dan hal ini tidak dapat diidentifikasi sampai menjelang pendudukan Jepang di Indonesia.
Tabel 4 menjadi gambaran tentang para pelayan yang pernah dan yang sedang melayani di Jemaat GPM Wayame.
Tabel 4. Daftar Para Pelayan Yang Bertugas Di Nipa/Wayame
No. | Nama | Jabatan | Masa Tugas | Peristiwa Penting yang Terjadi /Dilakukan |
1. | Pendeta J. Meijer (?) | Pendeta Ambon | ||
2. | Pendeta Sinay | Pendeta Souhuru-Nipa | ||
3. | Pendeta Manuhutu | Pendeta Souhuru-Nipa | Pendeta Souhuru-Nipa | |
4. | Pendeta Parinussa | Pendeta Souhuru-Nipa | ||
5. | Pendeta Nicholas Sahulatta | Pendeta Souhuru-Nipa | ||
6. | Pendeta Yoel Wattimena | Pendeta Souhuru-Nipa | ||
7. | Pendeta Izhack Usmany | Pendeta Souhuru-Nipa | ||
8. | Pendeta Karel Koritelu | Pendeta Souhuru-Nipa | ||
9. | Pendeta I. Sinay | Pendeta Souhuru-Nipa | Mulai membangun Pastori dan menata administrasi jemaat | |
10. | Pendeta Nn. Ace Lernaya | Ketua MJ | 1976 – 1980 | Melaksanakan Persidangan Jemaat yang pertama; Nipa berubah nama menjadi Wayame |
11. | Pendeta Chr. Sahetapy | Ketua MJ | 1980 – 1984 | Merehabilitasi Gereja Peniel: merubah arah gereja ke utara (sekarang) mengganti atap dengan seng |
12. | Pendeta Chr. Sopacua | Ketua MJ | 1984 – 1989 | Memindahkan tiang lonceng ke depan gereja. Konstruksinya dibuat oleh Bapak Yulius Nusamara |
13. | Pendeta Luhulima | Ketua MJ | ||
14. | Pendeta A. Inuhan | Ketua MJ | Mulai membangun Gereja Pniel (baru) | |
15. | Pendeta J. J. Sahalessy | Ketua MJ | 1996 – 08 Januari 2006 | Terjadi Konflik Kemanusiaan di Maluku |
16. | Pendeta Ny. M. Marlissa/ Uruilal, M. Th. | Ketua MJ | 8 Januari 2006 – 29 Januari 2012 | Mengubah nama-nama Unit, Terjadi Penahbisan/Peresmian Gereja Pniel; Pemberlakuan renstra |
17. | Pendeta A. Makatita, S.Th. | Pendeta A. Makatita, S.Th | 3 Okt. 2010 – 27 Mei 2012 | Meninggal dalam tugas di Wayame |
18. | Pendeta J. Siwalette, M.Si. | Ketua MJ | 29 Jan. 2012 – Sekarang | Menghasilkan 17 Standar Operasional Pelayanan; terjadi pemekaran unit dalam jumlah besar |
19. | Pendeta Ny. J. T. R. Picanussa/Pattiwael,S.Ag | Pendeta Jemaat | 30 Sep. 2012 – Sekarang |
Selain para pendeta diatas, ada pula beberapa Vicaris yang pernah bertugas di Nipa/Wayame, yakni:
- Luhulima (kelak jadi Pendeta Wayame)
- Simon Akerina (melaksanakan Tunas PI untuk pertama kali)
- Lis Supusepa
- Mery Leatemia
- Simon Nahumury
- Mery Koritelu
- Min Persulessy
Sejarah dan perkembangan Jemaat GPM Wayame juga tidak dapat dilepaspisahkan dari peran Majelis Jemaat. Berikut periodisasi Majelis Jemaat dan komposisi personalianya yang dapat ditelusuri:
MAJELIS JEMAAT PERIODE 2000 – 2005:
Pimpinan Harian Majelis: | ||
Ketua | : | Pdt. J. J. Sahalessy |
Wakil Ketua | : | Pnt. L. Th. Ubra |
Sekretaris | : | Dkn. H. Tuhuteru (mengundurkan diri karena pindah tugas ke Piru kemudian digantikan oleh Pnt. W. Leliak) |
Wakil Sekretaris | : | Pnt. W. Leliak (kemudian digantikan oleh Dkn J. N. A. Toule) |
Bendahara | : | Pnt. Ny. C. Mahoklory |
Wakil Bendahara | : | Dkn. G. Renwarin |
MAJELIS JEMAAT PERIODE 2005 – 2010:
Pimpinan Harian Majelis: | ||
Ketua | : | Pdt. J. J. Sahalessy (Pensiun tahun 2006 dan digantikan oleh Pdt. Ny. M. Marlissa) |
Wakil Ketua | : | Pnt. M. Pesireron |
Sekretaris | : | Pnt. Ny. S.D. Silanno |
Wakil Sekretaris | : | Dkn. J. Nanlohy |
Bendahara | : | Pnt. Ny. C. Mahoklory |
Wakil Bendahara | : | Pnt. J. Talabessy |
Seksi-Seksi Pelayanan : | ||
Seksi Keesaan dan Pembinaan Umat : | ||
Ketua | : | Pnt. Ny. R. Matahelumual |
Wakil Ketua | : | Dkn. Ny. N. Hunihua |
Anggota | : | Dkn. M. Nendissa |
Dkn. Ny. A. Koritelu | ||
Dkn. Ny. A. Purliyanto | ||
Dkn. Ny. A. Unitly | ||
Pnt. F. Latuminasse | ||
Dkn. I. Kakiay | ||
Dkn. Ny. F. Sillooy | ||
Dkn. Ny. C. Hutapea | ||
Seksi Pekabaran Injil dan Komunikasi (PIKOM): | ||
Ketua | : | Pnt. Ny. L. Marthinus |
Wakil Ketua | : | Dkn. Ny. I. Runaky |
Seksi Pelayanan Dan Pembangunan Masyarakat (PELPEM) : | ||
Ketua | : | Pnt. Ny. A. Samadara |
Wakil Ketua | : | Pnt. Nn. M.S.R. Loppies |
Seksi Finansial dan Ekonomi (FINEK): | ||
Ketua | : | Pnt. J. Ayal |
Wakil Ketua | : | Pnt. Ny. L. Lilimwelat |
Anggota | : | Dkn. Ny. A. Peletimu |
Dkn. A. Toreh | ||
Seksi Kerumahtanggaan : | ||
Ketua | : | Pnt. Ny. R. Likumahwa |
Wakil Ketua | : | Pnt. P. Z. Pattinaya |
Anggota | : | Dkn. Ny. S. Manuputty |
MAJELIS JEMAAT PERIODE 2010 – 2015:
PIMPINAN HARIAN MAJELIS JEMAAT | ||
Ketua | : | Pdt. Ny. M. Marlissa (Tahun 2012 dimutasikan ke Jemaat GPM Syalom Klasis Kota Ambon dan digantikan oleh Pdt. J. Siwalette) |
Wakil Ketua | : | Penatua J. Talabessy |
Sekretaris | : | Penatua Ny. F. J. Silooy |
Wakil Sekretaris | : | Penatua J. Nanlohy |
Bendahara | : | Penatua Ny. A. H. Purliyanto |
Wakil Bendahara | : | Diaken Ny. S. Hattu |
Anggota | : | Pdt. A. Makatita (Meninggal dunia tahun 2012 dan digantikan oleh Pdt. Ny. J. T. R. Picanussa/P, S. Ag. |
SEKSI KEESAAN DAN HUBUNGAN AGAMA-AGAMA | ||
Ketua | : | Penatua M. Nendissa |
SUB SEKSI KEESAAN | ||
Hubungan Oikumenis | : | Penatua Ny. N. Hunihua |
Pelayanan Anak Remaja dan Katekisasi | : | Diaken Ny. A. Kotngoran (AR) |
Diaken Ny. N. J. Ohoiwirin (AR) | ||
Penatua Ny. A. Koritelu (Katekisasi) | ||
Pelayanan Pemuda | : | Penatua J. W. Mosse |
Diaken Ny. S. Riry | ||
Pelayanan Laki-laki | : | Penatua P. Soumeru |
Diaken E. O. P. Lethulur | ||
Pelayanan Perempuan | : | Diaken Ny. Ch. Hutapea |
Diaken Ny. J. Nunumete | ||
SEKSI PEMBINAAN UMAT | ||
Ketua (sekaligus Ruling Peribadahan dan Musik Gereja dan
Pembinaan Spiritualitas Pelayan Khusus dan Aparatur Gereja) |
:
|
Diaken Ny. A. A. Pattiwael |
Anggota (sekaligus Ruling Pembinaan Keluarga Kristen dan Pastoralia) | : | Diaken Ny. A. Sahurilla |
SEKSI PELPEM | ||
Ketua | : | Penatua Ny. M. Mairuhu |
Anggota | : | Penatua Ny. A. Unitly |
Diaken B. R. Latuminasse | ||
SEKSI PIKOM | ||
Ketua | : | Penatua I. Kakiay |
Anggota | : | Penatua Ny. Y. Runaky |
SEKSI KERUMAHTANGGAAN | ||
Ketua | : | Penatua G. Talaperu |
Anggota | : | Diaken Z. Patty |
Diaken Ny. S. Manuputty | ||
Diaken Ny. A. Lelapary | ||
SEKSI FINEK | ||
Ketua | : | Penatua L. Siahaya |
Anggota | : | Diaken A. Toreh |
: | Diaken Ny. M. Pelletimu |
MAJELIS JEMAAT PERIODE 2015 – 2020:
A. | PIMPINAN HARIAN MAJELIS JEMAAT : | |||
Ketua | : | Pendeta J. Siwalette, M. Si. | ||
Wakil Ketua | : | Penatua B. A. Jamlaay | ||
Sekretaris | : | Penatua R. J. Siwabessy | ||
Wakil Sekretaris | : | Penatua L. M. V. Toule Jr. | ||
Bendahara | : | Penatua Ny. F. Maghijn | ||
Wakil Bendahara | : | Diaken Ny. S. P. Sopacua | ||
Anggota | : | Pendeta Ny. J. T. R. Picanussa-P., S. Ag. | ||
B. | SEKSI – SEKSI PELAYANAN : | |||
1. | Seksi Keesaan Dan Hubungan Agama-Agama : | |||
Ketua | : | Penatua Ny. S. D. Silanno | ||
Sub Seksi Keesaan | ||||
Ruling Hubungan Oikumenis | : | – | Diaken F. H. Titaheluw | |
– | Penatua Ny. S. Riry | |||
– | Penatua Ny. E. Berhitu | |||
Ruling Pelayanan PAK dan Katekisasi | : | – | Penatua Ny. L. Noya (ex officio Sek. Sub Komisi) | |
– | Diaken Ny. A. Kotngoran | |||
– | Penatua Nn. Y. Awawata | |||
Ruling Pelayanan Pemuda | : | – | Diaken R. B. D. Sormin | |
– | Diaken K. W. Amanupunnjo | |||
Ruling Pelayanan Perempuan | : | – | Diaken Ny. D. M. Purmiasa (ex officio Sek. Sub Komisi) | |
– | Diaken Ny. M. Usmany | |||
– | Diaken Ny. H. Kesaulya | |||
Ruling Pelayanan Laki-Laki | : | – | Penatua P. Soumeru (ex officio Sek. Sub Komisi) | |
– | Penatua L. Siahaya | |||
– | Diaken M. A. Ohoirat | |||
Sub Seksi Hubungan Agama-Agama dan Pembinaan Umat | ||||
Ruling Musik Gereja dan Peribadahan | : | – | Penatua Ny. A. A. Pattiwael | |
– | Diaken. H. I. Gaspersz | |||
Ruling Bina Umat dan Pastoralia | : | – | Penatua Ny. J. Nunumete | |
– | Diaken Ny. A. Corputty | |||
2. | Seksi Pekabaran Injil dan Komunikasi (PIKOM) : | |||
Ketua | : | – | Penatua Ny. A. Sahurilla | |
Sub Seksi Pekabaran Injil | : | – | Diaken D. Roatlewan | |
Sub Seksi Komunikasi | – | Penatua F. J. Polnaya | ||
3. | Seksi Pelayanan, Pendidikan dan Pembangunan Masyarakat (PELPEM) : | |||
Ketua | : | – | Penatua Ny. M. Mairuhu | |
Sub Seksi Kesejahteraan Sosial dan Pendidikan | : | – | Penatua F. R. Tasidjawa | |
Sub Seksi Kesehatan, Hukum dan Advokasi | – | Penatua Ny. M. Latuheru | ||
Sub Seksi Pelayanan Pembangunan Masyarakat dan Lingkungan Hidup | – | Diaken Ny. Y. Rikumahu | ||
4. | Seksi Kerumahtanggaan (RUMGA) : | |||
Ketua | : | – | Diaken J. Hukom | |
Sub Seksi Organisasi | : | |||
Ruling Bina Aparatur Gereja | – | Penatua Z. Patty | ||
– | Diaken Ny. S. F. de Fretes | |||
Ruling Penataan Organisasi | – | Diaken Y. P. Maukary | ||
– | Diaken Ny. A. Lelapary | |||
Sub Seksi Jalur Pengelolaan | – | Diaken Ny. S. Hattu | ||
– | Diaken Ny. J. Pical | |||
– | Penatua Ny. J. Talaperu | |||
5. | Seksi Finansial dan Ekonomi (FINEK) : | |||
Ketua | : | – | Penatua W. Girsang | |
Ruling Keuangan | : | – | Penatua B. G. Schroder | |
Ruling Ekonomi | – | Diaken Ny. D. J. Dangeubun | ||
Ruling Harta Milik Gereja | – | Diaken G. Talaperu | ||
Ruling Pengawasan dan Pengendalian | – | Diaken Ny. S. S. Wenno |
Karena Bendahara Jemaat, Penatua Ny. F. Maghijn sering sakit dan terus menjalani perawatan dalam waktu yang tidak tentu maka ia mengundurkan diri dari jabatan tersebut dan digantikan oleh Penatua B. G. Schroder, yang diangkat dengan SK Majelis Jemaat GPM Wayame, Nomor 20/SKEP/KPAU-JWY/E.2/10/2015, tertanggal 18 Oktober 2015.