
Wayame. pnielwayame.org – Pandemi COVID-19 ternyata masih belum diketahui kapan berakhirnya, bahkan semakin ‘mengkuatirkan’ dengan munculnya varian-varian baru. Pemerintah Indonesia menerapkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di seluruh wilayah Jawa dan Bali sejak awal Juli 2021, diikuti puluhan kota yang termasuk zona merah. Kota Ambon merupakan salah satu kota yang tergolong zona merah karena peningkatan jumlah kasus terkonfirmasi secara drastis. Desa Rumah Tiga dan Wayame merupakan pusat penyebaran tertinggi Covid-19 di wilayah Kecamatan Teluk Ambon dalam tiga pekan terakhir.
Masalah pandemi Covid-19, jelas tidak hanya mendisrupsi kesehatan (fisik, psikologis, relasi sosial), tetapi juga sektor-sektor lainnya. Akibatnya pengangguran dan kemiskinan diduga meningkat. Pandemi telah bergerak cepat memasuki kelompok lapisan masyarakat lapisan bawah. Mereka ini tidak mungkin melakukan Work from Home (WFH) atau isolasi mandiri di rumah. Kebanyakan bekerja di sektor informal, yang harus mencari uang tunai setiap hari. Keterbatasan penghasilan, justru membatasi akses mereka ke fasilitas dan tenaga kesehatan.
Solusi sementara yang ditemukan untuk mengatasi pandemic-Covid-19 bukannya tidak ada. Tiga solusi terpenting adalah: (1) setiap warga harus mau divaksin; (2) setiap warga harus disiplin menerapkan protokol kesehatan; (3) solidaritas sosial antar sesama manusia. Oleh karena Covid-19 menular (contagious) kepada siapa saja tanpa pandang bulu, maka tanggung jawab kita semua untuk saling menjaga dan melindungi. Masalah ini bukan hanya tanggung jawab negara, tetapi juga gereja dan umat Tuhan. Sebagai warga gereja, Majelis Jemaat Wayame membentuk Crisis Center Covid-19 (C319) sebagai bagian dari GPM berpartisipasi bersama pemerintah dan stakehorlder lainnya untuk mengurangi persebaran Covid-19.
Tiga langkah awal yang telah dan akan dilakukan adalah: (1). Mendapatkan data yang valid by name by address jemaat yang terkonfirmasi positif. Data ini harus diperoleh dari sumber yang terpercaya dan diverifikasi secara akurat; (2) Berdasarkan data tersebut, maka ditindak-lanjuti dengan memberikan bantuan logistik dan bantuan trauma healing; (3) Sosialisasi dan edukasi berkelanjutan kepada semua umat secara terencana, bertahap dan berkelanjutan, agar disiplin mengikuti vaksin, menerapkan protokol kesehatan, dan beradaptasi dengan budaya hidup baru (new normal).
Pembiayaan C3-19 bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja (APBG) dan sumber-sumber lain yang tidak mengikat. Serta mendorong pembiayaan mandiri yakni; setiap Sektor dan Unit saling membantu (baku sorong bahu) untuk meringankan beban saudaranya yang terkonfirmasi positif, dengan cara berbagi makanan, minuman, obat-obatan dan kebutuhan lain. Solidaritas sesama jemaat inilah yang merupakan modal sosial yang tidak ternilai harganya (erjees).