Kebaktian awal bulan september, minggu (1/9/2024) pukul 09.00 WIT yang sekaligus memperingati Dies Natalis Ke-39 Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM), dilayani oleh Pdt. Jeremi I. Manusama bersama majelis bertugas Pnt. J. Nanlohy dan Dkn. Ny. J. Jamlaay/L.
Pembacaan Firman dari Keluaran 20: 1 – 17 tentang Kesepuluh Firman, yang oleh Pendeta Jeremi diberi judul khotbahnya “Tentang Kesalahan Dalam Hidup”.
Mengawali khotbahnya Pendeta Jeremi memberi pengantar tentang moralitas. Secara umum, moralitas adalah semacam tolok-ukur bagi kita untuk melihat dan menilai perilaku seseorang di tengah masyarakat.
Berdasarkan tolok-ukur yang kita miliki inilah, kita dapat mengetahui dan menilai jika seseorang telah melakukan kesalahan. Oleh karena itu, kesalahan pada satu sisi dapat berarti, kita melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum.
Namun, moralitas ini juga menimbulkan masalah karena adanya standar moralitas yang relatif. Contohnya, perbedaan pada norma atau budaya ketimuran dengan norma atau budaya kebaratan. Dari situlah timbul masalah karena hal ini dapat menjadi sumber kemunafikan dan alat untuk membela diri dari tindakan melanggar moralitas atau tolok-ukur yang telah dianut selama ini.
Bagaimana cara kita orang kristen mengukur standar moralitas kita? Sehubungan dengan pembacaan firman tentang kesepuluh firman yang menurut Pendeta Jeremi sering dikatakan sebagai moralitas ilahi (The Devine Morality). Menurutnya, standar moralitas ini muncul dari kebiasaan kita sebagai makhluk semesta atau manusia yang terikat dengan Allah. Jadilah, kesepuluh firman ini menjadi salah satu standar moralitas kita sebagai orang kristen untuk memaknai keterikatan kita dengan Allah.
Menurut Pendeta Jeremi, kesepuluh firman ini menarik karena tidak melarang, menjajah bahkan membinasakan tetapi malah merawat dan menumbuhkan kita. Standar moral kristiani selalu membawa kita pada kehidupan yakni bertumbuh di dalam iman dan kehidupan kristiani kita. Bagi Pdt. Manusama, hal ini penting untuk dikatakan karena selama ini kita dihantui dan berpikir tentang dosa dan penghukuman Tuhan sebagai bentuk dari ketidaktaatan pada perintah Tuhan, padahal logika bekerja Tuhan tidak seperti demikian.
“Hukum-hukum ini ada karena Tuhan telah menyatakan pernyertaannya pada bangsa Israel. Jangan kita memandang hukum taurat ini dalam kerangka berpikir hukum positif atau hukum perdata dan pidana. Tetapi karena Tuhan telah menjamin kehidupan kita dan dia berjanji, itulah yang harus dimaknai” Ucap Pendeta Jeremi
Banyak sekali standar-standar moralitas, kita harus berpegang pada standar moral yang ditetapkan oleh Tuhan agar hidup kita baik-baik saja. Kalau kita keluar dari standar moral ini, atau standar moral yang bertebaran dimana-mana, itu berbahaya.
Berkaitan dengan syukur dies natalis UKIM ke-39, itu juga merupakan bentuk pemeliharaan Tuhan atas gereja ini dan bangsa ini.
Menutup khotbahnya, Pendeta Jeremi Manusama membagikan kutipan dari model aliran filsafat Zen: “Tujuan Filasafat dan spiritualitas bukanlah untuk merayu Tuhan agar manusia masuk surga, melainkan untuk pembebasan manusia dari semua belenggu yang memenjarakan dirinya, termasuk belenggu moralitas kemunafikan, dan penderitaan”.
Pengisi Pujian: Vocal Group The Five dan Paduan Suara Sektor 8.
Kebaktian Minggu pukul 07.00 WIT dilayani oleh Pdt. Lodewyk Laisla bersama majelis bertugas Pnt. R. J. Siwabessy dan Dkn. Ny. D. J. Masela/P.