Memberi dan Menerima

“Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima”. Penggalan ucapan Paulus dalam Kisah Para Rasul pasal 20 ayat 35 ini sering dikutip sebagai pesan sebelum umat (warga jemaat) memberikan persembahan dalam Kebaktian Minggu di gereja maupun kebaktian di rumah, gedung pertemuan, dan sebagainya.

Kisah Para Rasul 20:35 itu secara lengkap berbunyi : Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan:Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.”

Berbicara tentang persembahan, di Gereja Protestan Maluku (GPM) maupun gereja seazas seperti GMIM, GMIT, dan GPIB, pemberian dari warga jemaat umumnya berupa uang kolekta, persepuluhan, persembahan syukur hari ulang tahun kelahiran maupun pernikahan, dan persembahan syukur atas keberhasilan atau kesuksesan yang diperoleh warga jemaat. Di luar itu ada pemberian berupa barang perlengkapan ibadah/kebaktian seperti kantong kolekta, mimbar kotbah, dan sebagainya.

Semua pemberian itu didasarkan pada Firman Tuhan yang tertulis dalam 2 Korintus 9 : 7, “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita”.

Mengapa ada persembahan? Gereja dalam pelayanannya membutuhkan biaya-biaya. Sebut saja gaji pendeta, tuagama, pekerja/karyawan gereja, petugas keamanan, insentif (uang trasport) para pengasuh (guru sekolah minggu), juga PHMJ dan Majelis Jemaat sebagai mandataris pelaksana keputusan dan rekomendasi pelayanan dan program kegiatan gereja, yang ditetapkan di dalam persidangan jemaat tahunan dimana pesertanya adalah berbagai elemen dalam jemaat.

Elemen yang menjadi peserta persidangan jemaat adalah Majelis Jemaat (Pendeta, Penatua, Diaken), Pengurus Unit dan Wadah Pelayanan Kategorial, Komisi, dan Panitia yang merupakan badan pembantu Majelis Jemaat. Mereka semua adalah wakil warga jemaat secara keseluruhan. Dengan demikian, seluruh program dan kegiatan pelayanan gereja beserta anggaran pembiayaannya merupakan keputusan bersama warga jemaat, dan secara otomatis harus didukung oleh seluruh warga jemaat.

Pelaksanaan program dan kegiatan itu harus dilaporkan oleh Majelis Jemaat kepada warga jemaat pada setiap waktu tutup buku tahunan, yang didahului oleh pemeriksaan Tim Verifikasi Gereja agar terukur akuntabilitasnya; transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Bantuan Gereja

Pelayanan gereja pada hakekatnya berfokus pada pembentukan rohani (iman) umat untuk percaya kepada Allah sebagai Sang Pencipta langit dan bumi serta segala isinya, Sang Pemberi Nafas Hidup, dan rancangan keselamatan manusia melalui pengorbanan Tuhan Yesus Kristus di atas Kayu Salib demi menebus dosa manusia, sebagaimana tertulis dalam Yohanes 3 : 16 yang berbunyi, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”

Namun demikian, pelayanan gereja bukan melulu berupa asupan renungan Firman Tuhan lewat kotbah pendeta, penatua, diaken, dan orang-orang terpilih yang dinilai layak memberikannya dalam kebaktian-kebaktian yang menyembah dan memuliakan Allah. Rupa lainnya adalah penopangan bagi umat yang membutuhkan bantuan untuk dapat membiayai hidupnya.

Penopangan hidup umat bersifat material (sandang, pangan, papan) itu dirumuskan ke dalam apa yang disebut dengan bantuan gereja. Bantuan itu dikejawantahkan melalui pemberian diakonal bagi janda dan anak yatim piatu yang tidak punya sandaran sama sekali (sanak saudara), dan bantuan beasiswa pendidikan bagi anak-anak dari orangtua yang tidak mampu. Selain itu ada bantuan modal usaha, dan bahkan bedah rumah bagi umat yang tempat tinggalnya dinilai tidak layak huni. Dan, semua itu membutuhkan dana untuk pembiayaan yang berasal dari pemberian jemaat (persembahan) yang dikelola secara baik agar tepat guna dan tepat sasaran.

Berangkat dari konsep pemanfaatan uang gereja secara tepat guna dan tepat sasaran, maka sesuai prinsip keuangan pada umumnya, pengelolaan uang gereja harus transparan dan tertanggung jawab. Pengeluaran dan Penerimaan harus tercatat dalam pembukuan dan dapat diperiksa setiap saat. Bukan hanya catatan uang keluar dan uang masuk, tetapi juga pemanfaatan atau kegunaan yang ditujukan semata-mata bagi terselenggaranya dengan baik penggunaan uang gereja.

Penggunaan dan/atau pemanfaatan uang gereja (persembahan jemaat) yang baik itu juga berlaku dalam pemberian bantuan diakonal dan beasiswa, modal usaha, dan bedah rumah, khususnya dalam hal penetapan penerima bantuan itu.

Selama ini, calon penerima bantuan diakonal dan beasiswa, modal usaha dan bedah rumah diusulkan oleh pengurus unit dengan mendengarkan pendapat/masukan penatua dan diaken pembina. Kriteria penerima bantuan ditetapkan oleh Majelis Sub Seksi yang membidangi (PTPI), dan digunakan oleh pengurus unit bersama penatua dan diaken pembina. Apakah kriteria itu diterapkan secara benar dan terbuka, semua tergantung pada yang berwenang mengajukan usulan, sebelum dibawa ke dalam Rapat Majelis Jemaat untuk diverifikasi dan ditetapkan.

Kebijakan baru

Tahun ini (2024), penetapan penerima bantuan diakonal dan beasiswa mengalami pengetatan kriteria. Majelis Jemaat menginginkan penerima bantuan adalah mereka yang benar-benar membutuhkan dalam arti tidak punya penghasilan tetap dan sanak saudara penopang. Target bantuan adalah para janda dan anak yatim piatu. Sulitkah untuk menemukan mereka? Jawabannya bisa ya bisa tidak, tergantung pada penerapan kriteria penerima yang ditetapkan.

Bagi para janda, yang ditarget adalah mereka yang tidak punya pensiun dan tidak ada anak atau saudara yang dapat menanggungnya. Sementara bagi anak yatim piatu adalah mereka yang belum bekerja dan tidak ada saudara yang dapat menanggungnya. Kriteria ini tampak cukup sulit untuk diterapkan. Ada yang bilang, kalau ikut kriteria, tidak ada satupun nama yang diusulkan berhak menerima bantuan. Yang lain mengatakan, kalau pun ada penopang tetapi tidak cukup untuk menanggungnya. Dalam kenyataan-kenyataan inilah Majelis Jemaat harus bisa memberikan kebijakan yang benar, karena uang gereja yang digunakan harus dapat dipertanggungjawabkan dan tidak menimbulkan keresahan umat (warga jemaat). Betapapun, suara-suara, “Mengapa dong-dong itu saja yang dapa?”, “Loh, dia yatim piatu tetapi kan masih muda, usia produktif juga, mengapa tidak diberi modal usaha saja, apalagi punya potensi.” Suara-suara ini tentu saja tidak bisa dinafikan, tetapi diselidiki kebenarannya.

Dalam hal bantuan modal usaha, mulai tahun ini pun tim penyedia memutuskan untuk melakukan verifikasi sendiri tanpa melibatkan pengurus unit dan kemudian menetapkan siapa saja penerima bantuan modal usaha. Tim pasti memiliki alasan kuat, tetapi apakah kebijakan itu bijak? Apakah tim tidak kuatir akan terperangkap dalam subjektivitas penilaian? Ukuran “aktiva lancar” adalah salah satu alasan selain bantuan terbatas dan penggiliran penerima. Satu soal yang mengemuka antara lain adanya eks penerima bantuan yang mempertanyakan ketidakterpilihannya padahal pengembalian pinjaman secara cicilan lancar dia lakukan. Ini bukan berarti suara-suara miring itu benar semuanya, tetapi semua “keresahan” tersebut sepatutnya dijawab oleh tim secara arif dan bijaksana.

Di samping bantuan diakonal, beasiswa, dan modal usaha, ada juga bantuan program bedah rumah, dimana dana yang digelontorkan lumayan besar, Rp20 juta per rumah. Kendati suara miring kurang terdengar, tetapi suasana kecemburuan pun tidak bisa dianggap angin lalu, tentunya.

Hal lain yang perlu diingat oleh umat, pemanfaatan uang gereja yang ditopang oleh pemberian/persembahan jemaat tidak saja diarahkan ke dalam jemaat, tetapi juga keluar jemaat berupa sumbangan dan pelayanan Pekabaran Injil. Ini adalah wujud pemanfaatan keuangan gereja sebagai satu tubuh Kristus. Hendaklah kamu saling membantu dan menolong supaya ada keseimbangan (2 Korintus 8: 14).

Berangkat dari pemahaman mengenai pemanfaatan uang gereja, maka umat dituntut untuk menyadari betul bahwa batuan gereja hanya diperuntukkan bagi mereka yang benar-benar membutuhkan dan harus ditolong. Mereka yang sebenarnya tidak terlalu membutuhkan sebaiknya mempertimbangkan perlu-tidaknya menerima bantuan itu. Sementara mereka yang menerima hendaknya mengucap syukur kepada Tuhan dengan memuliakan namaNya.

Mari kita aminkan Firman Tuhan yang diungkapkan oleh Rasul Paulus, “Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.”

Ingatlah pula Firman Tuhan dalam Yakobus 1 : 22 yang berbunyi, “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.” (Yakobus 1:22)

Diaken John Nikita Sahusilawane

Please follow and like us:
RSS
Follow by Email