Model Pekabaran Injil dalam Masyarakat Majemuk di Era Revolusi Industri 4.0

Wayame – pnielwayame.org – Gereja adalah persekutuan keluarga Allah yang harus saling membantu dan menolong satu dengan yang lainnya (Galatia 6: 2). Definisi gereja tersebut, kemudian mengantar kita untuk memahami pekerjaan Pekabaran Injil merupakan kerja bersama seluruh anggota keluarga Allah. Bumi ini merupakan media kita melakukan Pekabaran Injil. Kenyataan tersebut kemudian membawa kita (GPM) untuk menyadari bahwa gereja tidak dapat mengasingkan diri dari keberadaan bumi ini, karena untuk itulah gereja diutus. Bermula dari kesadaran akan keberagaman dan kemajemukan bumi tempat kita tinggal dan diutus terlebih khusus GPM di Maluku, maka tujuan pekabaran injil GPM pun mengalami reformulasi. PI tidak sekedar membuat orang menjadi Kristen atau mengaku percaya kepada Kristus dan dibaptis tetapi lebih daripada itu yaitu untuk mendewasakan iman dan melayani manusia serta kemanusiaan. Subjek PI Gereja adalah manusia. Metode yang dilakukan untuk melakukan PI diadopsi dari cara Yesus yaitu Dialogis dan Partisipatoris.

Sebagai orang percaya, kita terpanggil untuk mengerjakan serta menghidupi amanat agung dalam hidup kita masing-masing. Namun, amanat agung bukanlah satu-satunya amanat agung Kristus bagi Gereja. Apalagi memahami amanat tersebut sebagai amanat PI dengan hanya memfokuskan pada aspek BAPTISLAH dan mengabaikan dimensi yang lain. Oleh karena itu, visi PI GPM yaitu Memberitakan Injil Yang Memanusiakan Manusia (Lukas 4: 18-19). Dan kerja Roh Kuduslah yang mendorong serta memampukan kita untuk melakukan PI.

Dalam kesadaran itulah, maka gereja yang hidup adalah gereja yang memberitakan Injil. Sebab gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil dari dalam dunia dan diutus kembali ke dalam dunia untuk memberitakan Injil demi menghadirkan “Tanda-Tanda Damai Sejahtera/Kerajaan Allah” di bumi berupa kasih, keadilan, kebenaran, perdamaian, kesejahteraan dan keutuhan ciptaan Allah. PI gereja haruslah mengarah pada tujuan untuk menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di dunia. Oleh karena itu dalam melaksanakan PI, gereja haruslah bergantung sepenuhnya pada kerja Roh Kudus, karena diluar itu maka gereja adalah bagian dari organisasi sekuler di dunia. Sesungguhnya melaksanakan PI bukanlah perintah gereja, tetapi perintah langsung dari Allah agar tanda-tanda kerajaan Allah dinyatakan di tengah-tengah dunia.

Warga gereja dan pelayan adalah agen PI Gereja yang telah dimuridkan untuk memberitakan Injil tentang dan dari Kristus. Karenanya sebagai agen PI, kita perlu menjaga dan memelihara kekudusan Kristus, kekudusan Injil, kekudusan gereja dan kekudusan diri kita sendiri. Bahkan lebih dari itu adalah menjadikan diri kita sebagai teladan dalam tugas PI.

Gereja ada di dunia atau melayani di bumi yang dihuni masyarakat manusia dan makhluk ciptaan lainnya. Di tengah-tengah keberagaman, kemajemukan serta perubahan yang cepat, maka dibutuhkan RESPON IMAN gereja atas perubahan tersebut. Perubahan tersebut tergambar dari kondisi dunia saat ini yang memaksa kita untuk memasuki era transformasi digital. Sebabnya, gereja harus memberikan RESPON IMAN dengan memilih untuk melayani manusia. Menghadapi kenyataan seperti itu, PI Gereja juga didorong untuk harus membangun tatanan dunia baru yaitu dunia yang manusiawi (etis injili).

Kekuatan PI terletak pada kerja Roh Kudus yang mampu menumbuhkan iman. Hal yang dilakukan dalam mengerjakan PI mungkin sederhana, namun ketika Roh Kudus bekerja didalamnya maka yang sederhana tersebut akan menjadi bertenaga, bernilai dan memberkati.

PI merupakan pekerjaan dua arah, yaitu internal dan eksternal. PI internal bertujuan untuk mematangkan dan mendewasakan iman umat melalui pemberitaan firman/khotbah, bina umat, pastoral, ibadah, PA, Diskusi, dll. Sedangkan PI eksternal be rtujuan untuk melayani sesama dan lingkungan atau bumi yang satu demi memulihkan harkat dan citra kemanusiaan/kemahklukan melalui diakonia, pelayanan oikumene semesta, pelayanan sosial, dll. Tujuan utama PI adalah melayani dunia dan manusia.

Dalam melaksanakan PI, terdapat dua respon yaitu penerimaan dan penolakan. Penerimaan berarti pesan injil dihayati dan berdampak pada perubahan sikap (Luk. 5: 27). Penerimaan bukan berarti membuat PI selesai, tetapi terus membuat internalisasi PI dalam PI internal. Penolakan berarti pesan injil dan penginjil ditolak oleh berbagai alasan. Hal ini berarti masyarakat tidak membuka hati bagi kerja Roh Kudus. Penolakan tersebut seharusnya memberi spirit bagi kita untuk tetap melaksanakan PI dengan cara dan metode tertentu.

Konteks masyarakat yang majemuk tidak terlepas dari pluralisme. Itulah fakta sosial yang harus dihadapi oleh gereja. Dalam kemajemukan tersebut, terdapat toleransi yang didasarkan pada budaya dan ajaran agama yang pluralis, inklusif. Namun, gereja juga tidak dapat menghindar dari pola-pola intoleransi yang didasarkan pada klaim kebenaran dan keselamatan. Di zaman sekarang ini, gereja dihadapkan dengan maraknya arus radikalisme dan terorisme. Selain itu, gereja juga harus membangun dialog antar iman yang berlangsung pada level komunitas dan pimpinan umat. Dan hal tersebut, banyak dipelajari dari Wayame yang telah menjadi pioneer akan hal tersebut. Gereja juga harus peka terhadap perubahan sosial dan agama yang terus berkembang sehingga gereja dapat melakukan transformasi.

Metode PI dalam masyarakat majemuk mengadopsi apa yang telah dilakukan oleh Yesus, yaitu dialogis dan partisipatoris. Secara dialogis, maka harus ada keberanian menafsir ulang teks-teks kitab suci/agama yang triumphalis dan eksklusif. Kemudian dialog harus dijalankan dengan memaksimalkan interaksi antar-warga di lokasi pemukiman serta menciptakan media perjumpaan secara terbuka dan luas, serta menghindari komunikasi transaksional. Dalam konteks transformasi digital, pelaksanaan PI gereja diperhadapkan dengan tantangan untuk beradaptasi dengan perubahan pelayanan virtual, serta pembinaan etika dan moral umat bagi masyarakat URBAN, RUBAN dan RURAL.

Adapun metode PI dalam era transformasi digital diantaranya PI berbasis internet, pelayanan virtual (komunikasi PI secara online atau virtual), media PI gereja yang dikemas secara profesional, atraktif dan injili, komunikatif, pembinaan moral dan etika umat yang berbasis internet etis dan bermoral. Untuk itu, Jangan Takut, Teruslah memberitakan firman dan Jangan Diam. (KPR. 18: 9).         (dea & rony siwabessy – 151022)*

Please follow and like us:
RSS
Follow by Email