
Wayame – pnielwayame.org – Masa pandemi Covid-19 masih berlangsung dan belum diketahui kapan berakhir. Hal ini men-disrupsi seluruh aspek kehidupan manusia, khususnya kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Banyak perusahaan yang bangkrut, pengangguran meningkat, penghasilan semakin sulit. Harga makanan, obat-obatan dan vitamin untuk memperkuat immunitas semakin mahal. Ditengah sulitnya hidup, masih banyak yang tidak memiliki budaya disiplin terhadap protokol kesehatan (prokes), dan bahkan ragu divaksin, mengeluh-bersungut dan pesimis. Kondisi ini terjadi di semua lapisan masyarakat, termasuk di jemaat GPM (Wayame). Sebaliknya, pemerintah membangun optimisme, menciptakan kebijakan pembatasan kegiatan berusaha, pengetatan protokol kesehatan dan mempercepat vaksinasi gratis. Transfer stimulus ekonomi, bantuan tunai dan kebutuhan dasar.
Ditengah kondisi ini diperlukan dua hal: 1) mempraktekkan budaya disiplin Prokes dan Vaksin, serta solidaritas berbagi untuk pembangunan gereja sebagai tubuh Kristus; 2) kreatif dan inovatif mengubah ancaman. Maka kita perlu memahami aspek budaya dan sumberdaya umat untuk melakukan transformasi budaya, sekaligus membangun optimisme mengubah ancaman menjadi peluang dalam masa sulit pandemic Covid-19.
Sadar akan hal ini, maka Crisis Center Covid-19 (C319) Wayame, mengundang dua narasumber untuk webinar dengan tema “Transformasi Budaya dan Pemberdayaan Ekonomi Umat di Era Pandemi Covid-19”. Webinar dilaksanakan pada Selasa, 07 September 2021 dan dimoderatori oleh Pnt. L. Manusama/Noya.
Prof. Dr. A. Watloly, (Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Unpatti); “Transformasi Budaya Disiplin dan Hidup Berbagi”. Gereja hidup dalam kekinian (era Pandemi Covid-19), maka gereja harus berubah. Berubah cara pandang, bahwa corona adalah virus yang tidak segera hilang. Pandemi Covid-19 mungkin menjadi Endemik Covid-19. Untuk itu, maka pilihannya: 1). Gereja/umat harus berdamai dengan Covid-19; 2). Berdamai bukan berarti menyerah, tapi berdamai dengan disiplin protokol Covid-19; 3). Berdamai dengan Covid-19 berarti berubah dalam budaya kekinian (new normal) secara nyata, terobservasi dan terukur; 4). Program pelayanan, ibadah, persidangan harus berubah (ditransformasi) dalam kreativitas dan kebaruan cipta, rasa dan karsa; 5). Gereja harus memolopori budaya disiplin prokes dan vaksin, serta solidaritas berbagi dalam mewujudkan gereja sebagai tubuh kristus yang hidup; 6). Warga gereja harus kreatif dan inovatif dalam mengubah ancaman dimasa sulit pandemi Covid-19 menjadi peluang untuk menghasilkan kreativitas baru (new creation).
Sedangkan Prof. Dr. J. W. Mosse, (Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Unpatti); “Memberdayakan sumberdaya manusia (SDM) yang Kreatif Memanfaatkan Potensi Sumberdaya Perikanan”. Wayame berada di sekitar pusat pendidikan dan latihan (Unpatti, Politeknik, BP3, dll). Wayame dikelilingi oleh sumberdaya alam (SDA) khususnya potensi kelautan. Wayame juga merupakan pusat kecamatan dan perdagangan (pasar). Untuk itu, dibutuhkan SDM yang kreatif. Tidak mudah menyerah sebelum mencoba. Memiliki pola pikir masa depan. Selalu punya gagasan. Suka mengaitkan macam-macam bidang. Selalu menyibukan diri. Orang kreatif bukan tipe orang malas, melainkan tipe orang yang selalu bekerja. Serta sangat menghargai waktu.
Dalam kaitan itu, maka pesan inspiratif kedepan yakni: 1). Sumberdaya kelautan dan perikanan tersedia di depan halaman rumah dan belum dimanfaatkan dengan baik sebagai sumber ekonomi dan kesejahteraan; 2). Pasar terbuka (pusat kecamatan, pintu masuk kota Ambon, permintaan produk & jasa terus berkembang, infrastruktur tersedia); 3). sudah ada banyak contoh tentang metode & cara pemanfaatan sumberdaya perikanan (spt: budidaya keramba jarring apung); 4). Sumberdaya manusia di Wayame cukup tersedia; 5). Bila kita memanfaatkan sumberdaya ikan sidat dengan baik, maka sekaligus kita lestarikan hutan dan sumber air tawar yang ada; 6). Orang yang kreatif adalah orang yang cerdas dan memaksimalkan potensi diri. …peluang sekaligus tantangan. (erjees)